Cara Menghitung Shutdown Point
Cara Menghitung Shutdown Point

Cara Menghitung Shutdown Point

Sobat TeknoBgt, apakah kamu pernah mendengar istilah shutdown point dalam bisnis? Ini adalah sebuah konsep yang penting untuk dipahami, terutama bagi pengusaha, karyawan, atau siapa saja yang ingin lebih memahami keuangan perusahaan. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara lengkap cara menghitung shutdown point, mulai dari pengertian hingga contoh perhitungan. Yuk, simak artikelnya sampai selesai!

Pengertian Shutdown Point

Sebelum kita masuk ke pembahasan cara menghitung shutdown point, penting untuk memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan konsep ini. Shutdown point adalah titik di mana sebuah perusahaan atau usaha tidak lagi mampu menghasilkan laba, tetapi juga tidak akan mengalami kerugian. Artinya, keuntungan yang dihasilkan sama dengan biaya produksi yang dikeluarkan.

Dalam bisnis, shutdown point biasanya digunakan sebagai patokan untuk menentukan apakah bisnis tersebut masih layak untuk dilanjutkan atau sebaiknya ditutup. Jika bisnis masih berada di bawah shutdown point, maka artinya biaya produksi masih lebih besar dari keuntungan yang diperoleh. Di sisi lain, jika bisnis sudah berada di atas shutdown point, maka artinya bisnis tersebut sudah mulai menghasilkan keuntungan yang cukup untuk menutupi biaya produksi.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Shutdown Point

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi shutdown point dalam bisnis, di antaranya adalah:

  1. Harga jual produk atau jasa
  2. Biaya produksi
  3. Volume penjualan
  4. Margin keuntungan
  5. Biaya tetap (seperti sewa gedung, gaji karyawan, dll)

Dalam perhitungan shutdown point, semua faktor tersebut harus diperhitungkan dengan cermat agar hasilnya akurat dan dapat dijadikan acuan untuk mengambil keputusan bisnis yang tepat.

Cara Menghitung Shutdown Point

Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menghitung shutdown point, yaitu metode biaya tetap dan metode kontribusi margin. Kita akan membahas keduanya secara detail di bawah ini.

Metode Biaya Tetap

Metode biaya tetap mengacu pada biaya tetap yang harus dibayar oleh perusahaan setiap bulannya, seperti sewa gedung, gaji karyawan, dan sebagainya. Semua biaya tetap tersebut akan dijumlahkan untuk menghasilkan total biaya tetap per bulan.

Selanjutnya, kita perlu mengetahui biaya variabel atau biaya produksi yang dikeluarkan untuk setiap produk atau jasa yang dijual. Biaya variabel ini meliputi bahan baku, tenaga kerja langsung, dan sebagainya. Setelah itu, kita bisa menghitung kontribusi margin dari setiap produk atau jasa dengan cara:

Nama ProdukHarga JualBiaya VariabelKontribusi Margin
Produk ARp100.000Rp75.000Rp25.000
Produk BRp150.000Rp125.000Rp25.000
Produk CRp200.000Rp175.000Rp25.000

Dalam contoh tabel di atas, kita dapat melihat bahwa setiap produk menghasilkan kontribusi margin sebesar Rp25.000. Setelah itu, kita bisa menghitung break-even point atau titik impas dengan menggunakan rumus:

Break-even Point = Total Biaya Tetap / Kontribusi Margin

Dalam contoh ini, jika total biaya tetap per bulan sebesar Rp500.000, maka break-even point akan tercapai ketika perusahaan berhasil menjual 20 produk (Rp500.000 / Rp25.000). Jika perusahaan dapat menjual lebih dari 20 produk dalam sebulan, maka bisnisnya akan menghasilkan keuntungan.

Metode Kontribusi Margin

Sedangkan metode kontribusi margin mengacu pada margin keuntungan yang dihasilkan oleh setiap produk atau jasa. Margin keuntungan ini diperoleh dengan cara mengurangi biaya variabel dari harga jual. Dalam metode ini, kita perlu mengetahui nilai kontribusi margin per produk atau jasa, yaitu:

Kontribusi Margin = Harga Jual – Biaya Variabel

Selanjutnya, kita bisa menghitung break-even point dengan rumus:

Break-even Point = Total Biaya Tetap / Kontribusi Margin

Untuk contoh perhitungan metode kontribusi margin, silakan lihat tabel di bawah ini:

Nama ProdukHarga JualBiaya VariabelKontribusi Margin
Produk ARp100.000Rp75.000Rp25.000
Produk BRp150.000Rp125.000Rp25.000
Produk CRp200.000Rp175.000Rp25.000

Dalam tabel ini, kita dapat melihat nilai kontribusi margin per produk. Jika total biaya tetap per bulan sebesar Rp500.000, maka break-even point akan tercapai ketika perusahaan berhasil menjual 20 produk (Rp500.000 / Rp25.000).

FAQ Mengenai Shutdown Point

1. Apakah shutdown point selalu sama untuk setiap bisnis?

Tidak, shutdown point dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi bisnis tersebut. Sebagai contoh, bisnis dengan harga jual tinggi dan margin keuntungan besar akan memiliki shutdown point yang lebih rendah dibandingkan bisnis dengan harga jual rendah dan margin keuntungan kecil.

2. Apa yang harus dilakukan jika bisnis berada di bawah shutdown point?

Jika bisnis berada di bawah shutdown point, maka ada beberapa opsi yang dapat dilakukan, antara lain mengurangi biaya produksi, menaikkan harga jual, menambah volume penjualan, atau menutup bisnis jika tidak layak untuk dilanjutkan.

3. Bagaimana cara meningkatkan kontribusi margin?

Untuk meningkatkan kontribusi margin, perusahaan dapat melakukan beberapa strategi, seperti mengefisienkan biaya produksi, mencari bahan baku dengan harga lebih murah, menaikkan harga jual, atau mencari cara untuk meningkatkan volume penjualan.

Kesimpulan

Sobat TeknoBgt, sekarang kamu sudah memahami dengan baik apa yang dimaksud dengan shutdown point dan bagaimana cara menghitungnya. Dalam bisnis, shutdown point sangat penting untuk dipahami karena bisa menjadi acuan untuk mengambil keputusan bisnis yang tepat. Dengan menghitung shutdown point, kamu bisa mengetahui apakah bisnismu sudah layak untuk dilanjutkan atau sebaiknya ditutup. Semoga artikel ini bermanfaat dan sampai jumpa di artikel menarik lainnya!

Cara Menghitung Shutdown Point