Halo Sobat TeknoBgt, apakah kamu pernah mengalami kesulitan dalam menghitung tax avoidance bagi perusahaanmu? Jangan khawatir karena kali ini kita akan membahas 20 cara mudah untuk menghitungnya. Tax avoidance adalah kegiatan yang sah untuk meminimalkan pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Namun, perlu diingat bahwa tax avoidance berbeda dengan tax evasion yang merupakan kegiatan ilegal. Yuk, simak pembahasannya!
1. Pertimbangkan Jenis Pajak yang Berlaku
Jenis pajak yang berlaku di Indonesia antara lain pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan pajak bumi dan bangunan. Sebelum menghitung tax avoidance, pastikan kamu memahami jenis-jenis pajak yang berlaku pada perusahaanmu.
Setiap jenis pajak memiliki tarif yang berbeda. Oleh karena itu, kamu harus memahami tarif pajak yang berlaku pada setiap jenis pajak. Berikut ini adalah tarif pajak yang berlaku di Indonesia:
Jenis Pajak | Tarif Pajak |
---|---|
Pajak Penghasilan | 5%-30% |
Pajak Pertambahan Nilai | 10% |
Pajak Bumi dan Bangunan | 0,5%-0,6% |
2. Kenali Penghasilan Bruto
Penghasilan bruto adalah total pendapatan perusahaan sebelum dikurangi dengan biaya-biaya operasional. Penghasilan bruto harus diketahui terlebih dahulu sebelum melakukan perhitungan tax avoidance.
Perlu diingat bahwa penghasilan bruto tidak hanya berasal dari penjualan produk atau jasa, tetapi juga bisa berasal dari bunga deposito dan investasi lainnya.
Contoh:
Pada bulan Maret 2021, PT A menghasilkan pendapatan sebesar Rp 100.000.000,- dari penjualan produk dan jasa. Selain itu, PT A juga mendapatkan bunga deposito sebesar Rp 10.000.000,-. Maka, penghasilan bruto PT A adalah:
Penghasilan bruto = Pendapatan dari penjualan produk dan jasa + Pendapatan dari bunga deposito
Penghasilan bruto = Rp 100.000.000,- + Rp 10.000.000,-
Penghasilan bruto = Rp 110.000.000,-
3. Kurangi Biaya Operasional
Sebelum melakukan perhitungan tax avoidance, kamu harus menghitung biaya operasional perusahaan terlebih dahulu. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menjalankan kegiatan operasionalnya.
Contoh biaya operasional di antaranya adalah:
- Gaji karyawan
- Biaya sewa kantor
- Biaya listrik dan air
- Biaya perawatan mesin dan peralatan
Biaya operasional yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menghitung pendapatan neto.
Contoh:
Pada bulan Maret 2021, biaya operasional PT A adalah sebagai berikut:
- Gaji karyawan: Rp 20.000.000,-
- Biaya sewa kantor: Rp 5.000.000,-
- Biaya listrik dan air: Rp 3.000.000,-
- Biaya perawatan mesin dan peralatan: Rp 2.000.000,-
Maka, biaya operasional PT A adalah:
Biaya operasional = Gaji karyawan + Biaya sewa kantor + Biaya listrik dan air + Biaya perawatan mesin dan peralatan
Biaya operasional = Rp 20.000.000,- + Rp 5.000.000,- + Rp 3.000.000,- + Rp 2.000.000,-
Biaya operasional = Rp 30.000.000,-
Pendapatan neto PT A adalah:
Pendapatan neto = Penghasilan bruto – Biaya operasional
Pendapatan neto = Rp 110.000.000,- – Rp 30.000.000,-
Pendapatan neto = Rp 80.000.000,-
4. Cari Tahu Beberapa Jenis Tax Avoidance
Sebelum melakukan perhitungan tax avoidance, kamu harus mengetahui beberapa jenis tax avoidance yang umum dilakukan oleh perusahaan. Beberapa jenis tax avoidance antara lain:
- Pengelolaan aset dengan baik
- Penghindaran pajak internasional
- Pemanfaatan insentif pajak
- Pemindahan kantor pusat ke negara dengan tarif pajak yang lebih rendah
- Pembelian aset melalui pinjaman
5. Pilih Jenis Tax Avoidance yang Sesuai dengan Perusahaan
Setelah mengetahui beberapa jenis tax avoidance, pilihlah jenis tax avoidance yang sesuai dengan karakteristik perusahaanmu.
Contoh:
PT A adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa konsultansi. Maka, jenis tax avoidance yang cocok untuk PT A adalah pemanfaatan insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah untuk perusahaan yang bergerak di bidang jasa.
6. Pelajari Insentif Pajak yang Berlaku
Pemerintah Indonesia memberikan insentif pajak untuk beberapa jenis perusahaan tertentu. Insentif pajak ini bertujuan untuk memacu pertumbuhan industri dan investasi di Indonesia.
Jenis insentif pajak yang berlaku di Indonesia antara lain:
- Tax holiday
- Tax allowance
- Tax credit
Sebelum memanfaatkan insentif pajak, kamu harus memahami ketentuan-ketentuan yang berlaku dan cara pengajuannya.
7. Hitung Potensi Kredit Pajak
Jika perusahaanmu memanfaatkan insentif pajak dalam bentuk tax credit, maka kamu harus menghitung potensi kredit pajak yang bisa kamu dapatkan. Tax credit adalah pengurangan jumlah pajak yang harus dibayarkan berdasarkan jumlah pengeluaran tertentu yang telah dilakukan oleh perusahaan.
Contoh:
PT A memperoleh insentif pajak berupa tax credit sebesar 30% dari pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan produk. Pada tahun 2021, PT A mengeluarkan biaya sebesar Rp 100.000.000,- untuk penelitian dan pengembangan produk. Maka, potensi kredit pajak yang dapat diterima oleh PT A adalah:
Potensi kredit pajak = Pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan produk x Persentase insentif pajak
Potensi kredit pajak = Rp 100.000.000,- x 30%
Potensi kredit pajak = Rp 30.000.000,-
8. Pelajari Ketentuan Transfer Pricing
Transfer pricing adalah ketentuan yang mengatur harga transfer antar divisi dalam satu perusahaan atau antar perusahaan yang berhubungan erat. Ketentuan transfer pricing bertujuan untuk mencegah penghindaran pajak internasional.
Perlu diingat bahwa transfer pricing yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dapat dianggap sebagai tindakan ilegal dan dapat dikenakan sanksi oleh pemerintah.
9. Hitung Potensi Penghematan Pajak Internasional
Jika perusahaanmu berhubungan erat dengan perusahaan di negara lain, maka kamu dapat memanfaatkan transfer pricing untuk melakukan penghematan pajak internasional.
Contoh:
PT A adalah perusahaan lokal yang berhubungan erat dengan PT B yang berlokasi di Singapura. PT A melakukan ekspor produknya ke PT B dengan harga yang lebih murah dari harga pasar. Dengan demikian, PT B dapat menjual produk tersebut dengan harga yang lebih tinggi dan PT A dapat memperoleh penghematan pajak internasional.
10. Pelajari Ketentuan Pemindahan Kantor Pusat
Jika perusahaanmu memiliki kantor pusat di luar negeri, kamu bisa mempertimbangkan untuk memindahkan kantor pusat ke negara dengan tarif pajak yang lebih rendah. Namun, perlu diingat bahwa pemindahan kantor pusat harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan harus diumumkan kepada pemerintah.
11. Hitung Potensi Penghematan Pajak dengan Pemindahan Kantor Pusat
Jika perusahaanmu memutuskan untuk memindahkan kantor pusat ke negara dengan tarif pajak yang lebih rendah, maka kamu harus menghitung potensi penghematan pajak yang bisa didapatkan.
Contoh:
PT A adalah perusahaan yang awalnya memiliki kantor pusat di Indonesia dengan tarif pajak sebesar 25%. PT A memutuskan untuk memindahkan kantor pusatnya ke Singapura yang memiliki tarif pajak sebesar 17%. Maka, potensi penghematan pajak yang dapat diterima oleh PT A adalah:
Potensi penghematan pajak = Penghasilan neto x Selisih tarif pajak
Potensi penghematan pajak = (Penghasilan bruto – Biaya operasional) x (25% – 17%)
Potensi penghematan pajak = Rp 80.000.000,- x 8%
Potensi penghematan pajak = Rp 6.400.000,-
12. Hitung Potensi Penghematan Pajak dengan Pembelian Aset melalui Pinjaman
Jika perusahaanmu ingin membeli aset tetapi tidak memiliki dana yang cukup, kamu bisa mempertimbangkan untuk membeli aset melalui pinjaman. Dengan demikian, kamu bisa memperoleh penghematan pajak dengan memanfaatkan bunga pinjaman yang dapat dikurangkan sebagai biaya operasional.
Contoh:
PT A ingin membeli mesin baru seharga Rp 1.000.000.000,-. Namun, PT A tidak memiliki dana yang cukup untuk membeli mesin tersebut. Maka, PT A memutuskan untuk membeli mesin tersebut melalui pinjaman dengan bunga sebesar 10%. Dengan demikian, PT A dapat memperoleh penghematan pajak sebesar:
Penghematan pajak = Bunga pinjaman x Tarif pajak
Penghematan pajak = Rp 100.000.000,- x 25%
Penghematan pajak = Rp 25.000.000,-
13. Perhatikan Ketentuan Pajak yang Berlaku
Sebelum melakukan tax avoidance, kamu harus memperhatikan ketentuan pajak yang berlaku. Setiap negara memiliki ketentuan pajak yang berbeda-beda dan kamu harus memastikan bahwa tax avoidance yang dilakukan tidak melanggar ketentuan pajak yang berlaku.
14. Konsultasikan dengan Ahli Pajak
Jika kamu masih merasa kesulitan dalam menghitung tax avoidance, kamu bisa berkonsultasi dengan ahli pajak. Ahli pajak dapat membantu kamu dalam menghitung tax avoidance yang sesuai dengan ketentuan pajak yang berlaku dan dapat meminimalkan risiko terjadinya sanksi dari pemerintah.
15. Siapkan Dokumen Bukti
Sebelum melakukan tax avoidance, kamu harus menyiapkan dokumen bukti yang dapat digunakan untuk membuktikan legitimasinya. Dokumen bukti yang harus disiapkan antara lain:
- Surat pernyataan
- Bukti transfer
- Faktur pajak
- Bukti pembayaran
Jangan lupa untuk menyimpan dokumen-dokumen tersebut dengan rapi dan dapat diakses dengan mudah jika dibutuhkan.
16. Perhatikan Deadlinenya
Setiap perusahaan harus membayar pajak pada waktu yang telah ditentukan oleh pemerintah. Oleh karena itu, kamu harus memperhatikan deadline pembayaran pajak untuk menghindari terjadinya sanksi dari pemerintah.
17. Siapkan Anggaran untuk Pajak
Sebagai perusahaan yang bertanggung jawab, kamu harus menyiapkan anggaran untuk membayar pajak. Anggaran ini harus diperhitungkan dengan matang agar perusahaan tetap dapat berjalan dengan lancar.
18. Jangan Terlalu Rakus dalam Menghindari Pajak
Menghindari pajak memang sah dilakukan, namun jangan terlalu rakus dalam melakukannya. Terlalu rakus dalam menghindari pajak dapat menimbulkan risiko terhadap reputasi perusahaan dan dapat mengganggu hubungan dengan pihak-pihak terkait.
19. Jangan Salah Mengartikan Tax Avoidance dengan Tax Evasion
Perlu diingat bahwa tax avoidance berbeda dengan tax evasion. Tax avoidance adalah kegiatan yang sah untuk meminimalkan pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan, sedangkan tax evasion adalah kegiatan ilegal yang bertujuan untuk menghindari pembayaran pajak secara total.
Jangan sampai kamu melakukan tindakan ilegal dalam upaya menghindari pajak. Tindakan ilegal dapat menimbulkan sanksi dari pemerintah dan dapat merugikan perusahaanmu.
20. Evaluasi Kembali Tax Avoidance yang Dilakukan
Setelah melakukan tax avoidance, kamu harus melakukan evaluasi kembali untuk memastikan bahwa tax avoidance yang dilakukan sesuai dengan ketentuan pajak yang berlaku dan tidak menimbulkan risiko bagi perusahaanmu. Evaluasi kembali dapat dilakukan setiap tahun atau setiap periode tertentu sesuai dengan kebutuhan perusahaanmu.
FAQ:
1. Apa itu tax avoidance?
Tax avoidance adalah kegiatan yang sah untuk meminimalkan pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan.
2. Apa bedanya