TEKNOBGT
Cara Menghitung Pajak Gaji Karyawan
Cara Menghitung Pajak Gaji Karyawan

Cara Menghitung Pajak Gaji Karyawan

Halo Sobat TeknoBgt! Apakah kamu merupakan seorang pengusaha yang baru membuka perusahaan dan belum paham mengenai cara menghitung pajak gaji karyawan? Jangan khawatir, artikel ini akan membantu kamu untuk memahami cara menghitung pajak gaji karyawan dengan mudah. Yuk, simak ulasan berikut ini!

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh karyawan dari perusahaan. Pajak ini ditanggung oleh pihak perusahaan dan dipotong langsung dari gaji karyawan sebelum gaji tersebut dibayarkan. Berikut ini adalah cara menghitung PPh Pasal 21:

No.Penghasilan BrutoPTKPPenghasilan NetoPPh Pasal 21
1.Rp 5.000.000,-Rp 54.000.000,-Rp 4.946.000,-Rp 108.000,-
2.Rp 10.000.000,-Rp 54.000.000,-Rp 9.946.000,-Rp 498.000,-
3.Rp 20.000.000,-Rp 54.000.000,-Rp 19.946.000,-Rp 1.498.000,-

Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak yang dibayar oleh pihak perusahaan atas penghasilan yang diterima oleh karyawan. Pajak ini ditanggung oleh pihak perusahaan dan dipotong langsung dari gaji karyawan sebelum gaji tersebut dibayarkan. PPh Pasal 21 harus disetorkan ke Kantor Pajak setiap bulannya. Besarnya PPh Pasal 21 tergantung pada penghasilan bruto karyawan dan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) yang berlaku pada tahun berjalan.

Cara Menghitung PPh Pasal 21

Untuk menghitung PPh Pasal 21, terlebih dahulu harus diketahui penghasilan bruto karyawan dan PTKP yang berlaku pada tahun berjalan. Penghasilan bruto karyawan adalah total penghasilan yang diterima oleh karyawan yang termasuk gaji pokok, tunjangan, bonus, dan insentif. PTKP adalah penghasilan yang tidak dikenakan pajak dan besarnya tergantung pada status pernikahan dan jumlah tanggungan karyawan.

Setelah diketahui penghasilan bruto karyawan dan PTKP, maka dapat dihitung penghasilan neto dengan mengurangi penghasilan bruto dengan PTKP. Setelah penghasilan neto diketahui, maka dapat dihitung besarnya PPh Pasal 21 dengan menggunakan tarif pajak yang berlaku pada tahun berjalan.

Contoh Perhitungan PPh Pasal 21

Sebagai contoh, misalnya seorang karyawan memiliki penghasilan bruto sebesar Rp 5.000.000,- per bulan dan memiliki status pernikahan lajang tanpa tanggungan. Pada tahun berjalan, PTKP yang berlaku adalah sebesar Rp 54.000.000,- per tahun. Maka, dapat dihitung penghasilan neto karyawan dengan cara:

Penghasilan Neto = Penghasilan Bruto – PTKP

Penghasilan Neto = Rp 5.000.000,- – Rp 54.000.000,-/12 bulan

Penghasilan Neto = Rp 4.946.000,-

Dengan penghasilan neto sebesar Rp 4.946.000,- maka dapat dihitung besarnya PPh Pasal 21 dengan menggunakan tarif pajak yang berlaku pada tahun berjalan. Tarif pajak yang berlaku pada tahun berjalan terdapat pada tabel tarif PPh Pasal 21 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Misalnya, tarif pajak yang berlaku pada tahun berjalan adalah sebagai berikut:

Range Penghasilan (Rp)Tarif Pajak (%)Pengurang (Rp)
0 – 50.000.00050
50.000.001 – 250.000.000152.500.000
250.000.001 – 500.000.0002532.500.000
> 500.000.0013097.500.000

Sehingga, besarnya PPh Pasal 21 yang harus dibayarkan oleh karyawan adalah:

PPh Pasal 21 = (Penghasilan Neto x Tarif Pajak) – Pengurang

PPh Pasal 21 = (Rp 4.946.000,- x 5%) – Rp 0,-

PPh Pasal 21 = Rp 108.000,-

Catatan Mengenai PPh Pasal 21

Perlu diingat bahwa PPh Pasal 21 harus dilaporkan dan disetorkan ke Kantor Pajak setiap bulannya, sebelum tanggal 15 bulan berikutnya. Selain itu, terdapat beberapa penghasilan yang tidak dikenakan PPh Pasal 21, seperti tunjangan kesehatan, jaminan hari tua, dan iuran pensiun. Pastikan juga bahwa perhitungan pajak telah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak melanggar aturan perpajakan yang berlaku.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh karyawan dari perusahaan atau pihak lain. Pajak ini bisa ditanggung oleh pihak perusahaan atau oleh karyawan itu sendiri dan dipotong langsung dari penghasilan yang diterima sebelum penghasilan tersebut diberikan. Berikut ini adalah cara menghitung PPh Pasal 23:

Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh karyawan dari perusahaan atau pihak lain. Pajak ini bisa ditanggung oleh pihak perusahaan atau oleh karyawan itu sendiri dan dipotong langsung dari penghasilan yang diterima sebelum penghasilan tersebut diberikan. PPh Pasal 23 harus disetorkan ke Kantor Pajak setiap bulannya. Besarnya PPh Pasal 23 tergantung pada jenis penghasilan yang diterima oleh karyawan dan tarif pajak yang berlaku pada tahun berjalan.

Cara Menghitung PPh Pasal 23

Untuk menghitung PPh Pasal 23, terlebih dahulu harus diketahui jenis penghasilan yang diterima oleh karyawan dan tarif pajak yang berlaku pada tahun berjalan. Jenis penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23 terdiri dari bunga deposito, royalti, sewa, jasa, dan penghasilan lainnya yang diperoleh dari pihak selain pihak perusahaan. Setelah diketahui jenis penghasilan dan tarif pajak yang berlaku, maka dapat dihitung besarnya PPh Pasal 23.

Contoh Perhitungan PPh Pasal 23

Sebagai contoh, misalnya seorang karyawan menerima penghasilan dari royalti sebesar Rp 10.000.000,- dalam satu bulan. Pada tahun berjalan, tarif pajak yang berlaku untuk royalti adalah 15%. Maka, besarnya PPh Pasal 23 yang harus dibayar oleh karyawan adalah:

PPh Pasal 23 = Penghasilan x Tarif Pajak

PPh Pasal 23 = Rp 10.000.000,- x 15%

PPh Pasal 23 = Rp 1.500.000,-

Catatan Mengenai PPh Pasal 23

Perlu diingat bahwa PPh Pasal 23 harus dilaporkan dan disetorkan ke Kantor Pajak setiap bulannya, sebelum tanggal 15 bulan berikutnya. Selain itu, perhitungan pajak harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak melanggar aturan perpajakan yang berlaku.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 Ayat (2)

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 Ayat (2) adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh karyawan dari perusahaan atau pihak lain. Pajak ini bisa ditanggung oleh pihak perusahaan atau oleh karyawan itu sendiri dan dipotong langsung dari penghasilan yang diterima sebelum penghasilan tersebut diberikan. Berikut ini adalah cara menghitung PPh Pasal 4 Ayat (2):

Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 Ayat (2)

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 Ayat (2) adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh karyawan dari perusahaan atau pihak lain yang berasal dari transaksi yang dilakukan dengan pihak yang berdomisili di luar negeri. Pajak ini bisa ditanggung oleh pihak perusahaan atau oleh karyawan itu sendiri dan dipotong langsung dari penghasilan yang diterima sebelum penghasilan tersebut diberikan. PPh Pasal 4 Ayat (2) harus disetorkan ke Kantor Pajak setiap bulannya. Besarnya PPh Pasal 4 Ayat (2) tergantung pada jenis penghasilan yang diterima oleh karyawan dan tarif pajak yang berlaku pada tahun berjalan.

Cara Menghitung PPh Pasal 4 Ayat (2)

Untuk menghitung PPh Pasal 4 Ayat (2), terlebih dahulu harus diketahui jenis penghasilan yang diterima oleh karyawan dan tarif pajak yang berlaku pada tahun berjalan. Jenis penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 4 Ayat (2) terdiri dari bunga deposito, royalti, sewa, jasa, dan penghasilan lainnya yang diperoleh dari pihak yang berdomisili di luar negeri. Setelah diketahui jenis penghasilan dan tarif pajak yang berlaku, maka dapat dihitung besarnya PPh Pasal 4 Ayat (2).

Contoh Perhitungan PPh Pasal 4 Ayat (2)

Sebagai contoh, misalnya seorang karyawan menerima penghasilan dari bunga deposito sebesar USD 1.000 dalam satu bulan. Nilai kurs yang berlaku adalah Rp 14.000,- per USD. Pada tahun berjalan, tarif pajak yang berlaku untuk bunga deposito yang berasal dari luar negeri adalah 20%. Maka, besarnya PPh Pasal 4 Ayat (2) yang harus dibayar oleh karyawan adalah:

PPh Pasal 4 Ayat (2) = (Penghasilan x Kurs) x Tarif Pajak

PPh Pasal 4 Ayat (2) = (USD 1.000 x Rp 14.000,-) x 20%

PPh Pasal 4 Ayat (2) = Rp 2.800.000,-

Catatan Mengenai PPh Pasal 4 Ayat (2)

Perlu diingat bahwa PPh Pasal 4 Ayat (2) harus dilaporkan dan disetorkan ke Kantor Pajak setiap bulannya, sebelum tanggal 15 bulan berikutnya. Selain itu, perhitungan pajak harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak melanggar aturan perpajakan yang berlaku.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas barang dan jasa yang diperdagangkan di Indonesia. PPN terdiri dari PPN masukan (input tax) dan PPN keluaran (output tax). PPN masukan adalah PPN yang dibayarkan oleh perusahaan atau karyawan pada saat melakukan pembelian barang atau jasa. PPN keluaran adalah PPN yang dibayarkan oleh perusahaan atau karyawan pada saat melakukan penjualan barang atau jasa. Berikut ini adalah cara menghitung PPN:

Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas barang dan jasa yang diperdagangkan di Indonesia. PPN terdiri dari PPN masukan (input tax) dan PPN keluaran (output tax). PPN masukan adalah PPN yang dibayarkan oleh perusahaan atau karyawan pada saat melakukan pembelian barang atau jasa. PPN keluaran adalah PPN yang dibayarkan oleh perusahaan atau karyawan pada saat melakukan penjualan barang atau jasa. PPN harus disetorkan ke Kantor Pajak setiap bulannya. Besarnya PPN tergantung pada tarif pajak yang berlaku pada tahun berjalan.

Cara Menghitung PPN

Untuk menghitung PPN, terlebih dahulu harus diketahui harga barang atau jasa yang dikenakan PPN dan tarif pajak yang berlaku pada tahun berjalan. Tarif pajak yang berlaku pada tahun berjalan terdapat pada tabel tarif PPN yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Setelah diketahui harga barang atau jasa

Cara Menghitung Pajak Gaji Karyawan