Halo Sobat TeknoBgt, dalam dunia bisnis, menghitung persediaan akhir sangatlah penting. Salah satu metode yang dipakai adalah metode LIFO (Last In First Out). Adapun persediaan akhir adalah kuantitas barang yang masih tersedia setelah proses jual-beli dilakukan. Nah, pada artikel ini kita akan membahas cara menghitung persediaan akhir menggunakan metode LIFO.
Persediaan Awal
Sebelum menghitung persediaan akhir, kita harus mengetahui terlebih dahulu persediaan awal pada periode tertentu. Persediaan awal adalah kuantitas barang yang tersedia pada awal periode tersebut. Dalam menghitung persediaan awal, kita bisa memanfaatkan data dari periode sebelumnya atau melakukan penghitungan berdasarkan data fisik di gudang.
Contoh:
Barang | Kuantitas |
---|---|
Produk A | 100 pcs |
Produk B | 150 pcs |
Produk C | 200 pcs |
Pada periode sebelumnya, jumlah persediaan akhir Produk A adalah 50 pcs, Produk B adalah 100 pcs, dan Produk C adalah 150 pcs. Oleh karena itu, persediaan awal pada periode sekarang adalah:
Persediaan A = 50 pcs
Persediaan B = 100 pcs
Persediaan C = 150 pcs
Pembelian
Setelah mengetahui persediaan awal, langkah selanjutnya dalam menghitung persediaan akhir adalah mengetahui jumlah pembelian barang selama periode tertentu. Pembelian barang ini bisa berasal dari supplier atau barang yang dihasilkan sendiri (produksi).
Contoh:
Barang | Kuantitas Pembelian | Harga Beli Per Unit |
---|---|---|
Produk A | 200 pcs | Rp 25.000 |
Produk B | 150 pcs | Rp 30.000 |
Produk C | 300 pcs | Rp 20.000 |
Pada periode tersebut, kita melakukan pembelian dengan jumlah:
Pembelian A = 200 pcs
Pembelian B = 150 pcs
Pembelian C = 300 pcs
Penjualan
Selain pembelian, penjualan juga harus diperhitungkan dalam menghitung persediaan akhir. Penjualan bisa berupa penjualan langsung ke pelanggan atau penjualan ke distributor/agen. Dalam menghitung persediaan akhir, kita tidak perlu menghitung penjualan secara rinci, tetapi cukup mencatat nilai penjualan total.
Contoh:
Barang | Nilai Penjualan |
---|---|
Produk A | Rp 1.500.000 |
Produk B | Rp 2.250.000 |
Produk C | Rp 1.800.000 |
Selama periode tersebut, nilai penjualan total adalah:
Penjualan = Rp 5.550.000
Harga Pokok Penjualan
Harga pokok penjualan (HPP) adalah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi atau memperoleh barang yang terjual. Dalam menghitung HPP, kita perlu memperhitungkan harga pokok pembelian dan biaya-biaya yang berkaitan dengan pembelian, seperti pajak, biaya pengiriman, dll.
Contoh:
Barang | Kuantitas Pembelian | Harga Beli Per Unit | Biaya Lain-lain | Harga Pokok Pembelian |
---|---|---|---|---|
Produk A | 200 pcs | Rp 25.000 | Rp 1.000.000 | Rp 6.000.000 |
Produk B | 150 pcs | Rp 30.000 | Rp 500.000 | Rp 4.750.000 |
Produk C | 300 pcs | Rp 20.000 | Rp 1.200.000 | Rp 7.200.000 |
Biaya lain-lain yang dimaksud bisa berupa biaya pengepakan, pajak, biaya pengiriman, dan biaya lainnya yang terkait dengan pembelian barang tersebut. Selanjutnya, kita bisa menghitung HPP dengan rumus:
HPP = Harga Pokok Pembelian + (Penjualan / Total Kuantitas) * Kuantitas yang Terjual
Jika kita asumsikan bahwa selama periode tersebut terjual:
Terjual A = 150 pcs
Terjual B = 100 pcs
Terjual C = 200 pcs
Maka, HPP-nya adalah:
HPP A = Rp 5.000
HPP B = Rp 6.625
HPP C = Rp 5.400
Metode LIFO
Pada metode LIFO, barang yang terjual dianggap berasal dari persediaan yang terakhir masuk. Dengan kata lain, yang pertama keluar adalah yang terakhir masuk. Oleh karena itu, kita perlu menghitung persediaan akhir dengan menggunakan metode ini.
Contoh:
Dengan data sebagai berikut:
Persediaan Awal A = 50 pcs
Persediaan Awal B = 100 pcs
Persediaan Awal C = 150 pcs
Pembelian A = 200 pcs
Pembelian B = 150 pcs
Pembelian C = 300 pcs
Penjualan = Rp 5.550.000
HPP A = Rp 5.000
HPP B = Rp 6.625
HPP C = Rp 5.400
Terjual A = 150 pcs
Terjual B = 100 pcs
Terjual C = 200 pcs
Maka, kita bisa menghitung persediaan akhir dengan menggunakan metode LIFO:
Barang | Persediaan Awal | Pembelian | Total Persediaan | Terjual | Persediaan Akhir (LIFO) |
---|---|---|---|---|---|
Produk A | 50 pcs | 200 pcs | 250 pcs | 150 pcs | 100 pcs |
Produk B | 100 pcs | 150 pcs | 250 pcs | 100 pcs | 150 pcs |
Produk C | 150 pcs | 300 pcs | 450 pcs | 200 pcs | 250 pcs |
Dalam tabel di atas, kita bisa mengetahui bahwa persediaan akhir untuk Produk A adalah 100 pcs, Produk B adalah 150 pcs, dan Produk C adalah 250 pcs. Dengan kata lain, persediaan akhir yang didapat dengan menggunakan metode LIFO lebih rendah dari persediaan akhir jika menggunakan metode FIFO (First In First Out).
FAQ
1. Apa itu persediaan akhir?
Persediaan akhir adalah kuantitas barang yang masih tersedia setelah proses jual-beli dilakukan pada periode tertentu.
2. Mengapa menghitung persediaan akhir penting?
Menghitung persediaan akhir penting karena bisa membantu kita dalam merencanakan pengadaan barang, memperhitungkan biaya produksi, dan mengoptimalkan keuntungan bisnis.
3. Apa itu metode LIFO?
Metode LIFO (Last In First Out) adalah metode penghitungan persediaan akhir yang menganggap barang yang terjual berasal dari persediaan yang terakhir masuk.
4. Apa perbedaan antara metode LIFO dan FIFO?
Pada metode LIFO, barang yang terjual dianggap berasal dari persediaan yang terakhir masuk, sedangkan pada metode FIFO (First In First Out), barang yang terjual dianggap berasal dari persediaan yang pertama masuk.
5. Apa kelebihan dan kekurangan metode LIFO?
Kelebihan metode LIFO adalah bisa membantu mengurangi pajak penghasilan dan bisa mencerminkan biaya produksi yang lebih aktual. Kekurangannya adalah tidak mencerminkan biaya produksi yang sebenarnya dan bisa memengaruhi nilai persediaan akhir.